Karakter
Tubuh berukuran sedang (14 cm).
Mahkota warna coklat berangan. Dagu, tenggorokan, bercak pipi dan setrip mata warna hitam. Tubuh bagian bawah kuning tua keabu-abuan. Tubuh bagian atas berbintik coklat dengan tanda hitam dan putih.
Remaja: berwarna lebih pucat dengan tanda khas yang kurang jelas.
Iris coklat, paruh abu-abu, kaki coklat.
Hidup berkelompok. Mencari makan di tanah.
Makanan: biji-bijian, buah kecil, serangga.
Sarang berbentuk kubah tidak rapih, dari jalinan rumpur kering, dilapisi bulu di bagian dalam, pada vegetasi lebat, lubang pohon, sudut bangunan.
Telur berwarna putih, berbintik halus coklat abu-abu, jumlah 3-6 butir.
Berbiak sepanjang tahun.
Habitat
Berasosiasi dekat dengan manusia. Lahan pertanian, kebun, tegalan, sawah, pedesaan, perkotaan.
Tersebar sampai ketinggian 1.500 m dpl.
Penyebaran
Erasia, India, Cina, Asia tenggara, Semenanjung Malaysia, Filipina, Australia, Pasifik.
Sumatera, Kalimantan, Jawa, Bali, Sulawesi, Maluku, Papua.
Penyebaran Lokal
Dijumpai hampir di semua lokasi.
Kawasan lahan basah, sampai dekat pantai.
Kebun, tegalan, daerah suburban.
Pemukiman daerah urban, Semarang.
Terinspirasi dari lagu Nugie yang sudah lama menjadi tumpukan tak berguna di tempat kaset, saya pun terinspirasi untuk menulis tentang burung gereja. Tak banyak yang tahu mengapa burung yang mempunyai nama Latin Passer montanus ini dinamakan burung gereja. Kalo menurut orangtua saya sih, nama burung gereja ini diambil dari kebiasaan burung ini yang suka menyanyi merdu seperti tatacara ibadah Umat Kristiani.
Burung yang disebut eurasian tree sparrow di dataran Inggris ini sangat jarang diteliti. Penelitian yang ada sampai saat ini kemungkinan hanya berupa tesis-tesis mahasiswa yang belum dipublikasikan (itupun kalau ada).
Keterdapatan
Berdasarkan informasi, keterdapatan burung gereja banyak ditemukan di Benua Eropa dan Asia terutama Asia Tenggara. Di Indonesia sendiri umumnya dijumpai di wilayah di Sumatera, Jawa, Bali, dan Kalimantan. Habitat burung gereja sendiri sangat berdekatan dengan manusia. Berdasarkan pengamatan, populasi burung gereja mudah dijumpai di permukiman, persawahan, atau pergudangan yang di sekitarnya terdapat rerimbunan pohon dan lahan pertanian. Di tempat seperti itulah burung gereja biasa tinggal dan berkembang biak. Hal tersebut merupakan salah satu keunikan dari burung gereja. Mereka mencari makan dan membangun sarang dekat dengan pemukiman manusia.
Deskripsi
Burung gereja mempunyai panjang 10-15 cm dengan lebar sayap sekitar 21 cm dan berat sekitar 24 gr.
Burung ini mempunyai warna dominan coklat dan sedikit warna hitam putih pada masing-masing pipinya. Tidak ada perbedaan warna antara jantan dan betinanya. Untuk burung-burung yang lebih muda mempunyai warna yang lebih kusam daripada dewasanya.
Kebiasaan
Burung ini merupakan burung non-migran dengan daya jelajah rendah (± 1,5 km2) yang hidup secara berkoloni. Burung gereja ini beristirahat, mencari makan, dan berkembang biak dekat dengan permukiman manusia.
Burung gereja mempunyai kebiasaan menyanyi namun tidak memiliki lagu yang pasti (asal bunyi). Mereka bernyanyi untuk melakukan kontak sosial (kebanyakan dilakukan oleh pejantan guna merayu sang betina).
Sumber Makanan
Sumber makanan burung gereja berada di tanah terutama benih dan biji-bijian. Mereka juga memakan invertebrata (serangga, laba-laba, dsb), khususnya selama musim kawin.
Situs-situs perairan dan pertanian memainkan peran kunci dalam menyediakan keragaman sumber makanan yang memadai dan ketersediaan mangsa invertebrata.
Burung gereja lebih banyak memangsa hewan invertebrata ketika musim kawin terutama ketika mengerami telurnya dan memberi makan anak-anaknya ketika belum bisa mencari makan sendiri.
Ancaman
Populasi dari burung ini di Indonesia belum diteliti secara pasti oleh para ahli. Setidaknya menurut pengamatan saya, populasi burung ini menurun drastis. Saat ini sudah jarang sekali kita dengar kicau merdu dari burung mungil ini seperti yang sering kita dengar dulu kala. Tapi lumayanlah di pohon depan rumah saya masih sering ditemukan sarang burung ini (setidaknya belum punah. :D)
Penelitian di Inggris menyebutkan kini populasi burung gereja merosot drastis hingga 95 persen. Dugaan sementara mengarah pada konversi lahan pertanian dan penggunaan herbisida dan insektisida yang membunuh sumber-sumber pangan mereka, seperti biji-bijian dan serangga.
Berkembang biak
Burung gereja mencapai tingkat kematangan untuk berkembang biak satu tahun dihitung dari saat dia menetas. Burung gereja pejantan akan menyatakan ketertarikan kepada burung betina dengan cara berkicau merdu.
Burung gereja membangun sarang pada lubang-lubang atau rongga-rongga pada pohon, tebing maupun bangunan. Sarang terdiri dari jerami, semak belukar, rumput, kayu atau bahan lain dan kadang-kadang diselingi dengan bulu untuk meningkatkan isolasi termal
Telur yang dihasilkan sekitar lima sampai enam telur di Eropa (dan jarang lebih dari empat di Indonesia). Telur berwarna putih hingga abu-abu pucat serta mempunyai bintik-bintik atau bercak-bercak kecil dengan diameter sekitar 2cm. Telur dierami oleh kedua orang tua selama 12-13 hari sebelum menetas, dan selanjutnya anak burung gereja akan diurus selama 15-20 hari oleh orang tuanya sebelum bisa terbang sendiri meninggalkan sarangnya.
Mitos
Banyak sekali mitos yang berkembang di masyarakat mengenai burung ini. Banyak yang percaya bahwa burung adalah pembawa informasi kepada manusia. Contohnya adalah ketika burung-burung ini banyak berkicau di depan rumah, maka menandakan akan adanya kehadiran tamu dari jauh.
Ada juga mitos yang mengatakan bahwa burung gereja ini memiliki kepekaan terhadap bencana dan seringkali memberitahukan tanda-tanda akan terjadinya bencana tersebut kepada manusia melalui tingkah lakunya yang aneh (tidak seperti biasanya). Mitos yang satu ini lebih dapat diterima akal sehat. Sebagai contoh, burung gereja akan terbang tidak beraturan dan bahkan akan menabrak apa saja yang ada di depannya termasuk dinding-dinding rumah, kaca, pohon dan lainnya ketika akan terjadi gempa bumi. Hal tersebut disebabkan burung-burung tersebut kehilangan daya navigasi akibat gaya magnetik bumi yang kacau saat terjadinya gempa.
Predator
Burung gereja mempunyai predator alami semenjak masih berwujud telur hingga dewasa. Telur burung gereja rawan akan ancaman tikus, kucing dan burung pemangsa telur. Setelah menetas hingga menjadi dewasa, burung gereja inipun merupakan mangsa bagi predator-predator burung kecil seperti burung elang, burung hantu dan ular pohon.
Untuk mengurangi risiko predasi tersebut, burung gereja hidup secara berkoloni terutama saat mencari makan.
Hubungan dengan manusia
Burung gereja dipandang sebagai hama di beberapa daerah. Di Australia, kerusakan biji-bijian dan buah-buahan hasil panen yang disebabkan oleh burung gereja menyebabkan adanya peraturan yang melarang pengangkutan spesies ini ke dataran Australia. Di Cina, burung ini mampu merusak 4,5 kg (9,9 lb) gabah per burung setiap tahun. Hal tersebut ditanggapi oleh pemerintah Cina dengan memobilisasi tiga juta orang dan banyak burung hantu untuk mengusir burung-burung gereja tersebut. Meskipun pada awalnya berhasil, namun " kampanye besar burung gereja " menyebabkan peningkatan jumlah belalang dan hama serangga lain yang dikonsumsi oleh burung gereja dan menyebabkan hasil panen jatuh yang justru memperburuk keadaan yaitu menimbulkan kelaparan dan menyebabkan kematian sekitar 30 juta orang antara tahun 1959 dan 1961.
Jadi sebenarnya, burung gereja mempunyai kegunaan untuk menjaga hasil panen tanaman pangan secara tidak langsung.
Faktor Penular Penyakit
Di Indonesia, burung ini diragukan menulari virus flu burung karena belum ditemukan kasus serupa. Tetapi di Cina, virus H5N1 banyak ditemukan dalam darah populasi burung-burung gereja. Diduga, burung tersebut tertular virus dari unggas ternak. Bakteri (Salmonella) terbukti menjadi faktor penting dalam kegagalan telur menetas pada burung ini.
Fakta Menarik
Pernah tercatat mempunyai usia maksimum 13,1 tahun, tetapi tiga tahun adalah jangka hidup yang khas.
Populasi kecil sekitar 15.000 burung di Amerika Serikat (sekitar St Louis dan bagian Illinois dan Iowa) berasal dari keturunan 12 burung gereja dari Jerman (dilepaskan oleh pedagang burung setempat untuk meningkatkan keanekaragaman dunia burung Amerika Utara pada tahun 1870)
Dapat hidup berdampingan dengan manusia dan berkembang biak di sekitar manusia pula.
Di Indonesia, burung ini merupakan komoditas perdagangan bagi sebagian kecil warga terutama anak-anak dimana burung gereja diberi warna-warni pada bulunya sehingga lebih menarik dan dijual Rp 1.000,00 per ekornya..
1 komentar:
tolong post kan sumber yang sebenarnya. thanks.
Posting Komentar