Laman

Kamis, 17 Februari 2011

Apa tujuan hidup ini

APA TUJUAN HIDUP INI?
MENGAPA JAWABANNYA PENTING? Satu di antara banyak hal yang paling meresahkan manusia adalah gagasan bahwa kehidupan ini tidak ada maknanya, tidak ada tujuannya. Di pihak lain, orang yang mempunyai tujuan spesifik yang jelas dalam kehidupan sanggup untuk tetap tegar. Viktor E. Frankl, seorang neurolog dan korban Holocaust, menulis, ”Saya berani mengatakan bahwa tidak ada apa pun di dunia ini yang akan dengan begitu efektif membantu seseorang untuk bertahan hidup bahkan dalam keadaan yang paling buruk, selain kesadaran bahwa ada makna dalam kehidupan seseorang.”
Tetapi, ada banyak pendapat yang saling bertentangan mengenai pokok ini. Banyak orang merasa bahwa setiap orang harus menentukan sendiri tujuan hidupnya. Kontrasnya, orang yang percaya kepada evolusi mengajarkan bahwa tidak ada makna yang paling mendasar dalam kehidupan.
Namun, sebenarnya, cara paling masuk akal untuk menemukan tujuan hidup adalah dengan mencari tahu dari Pemberi Kehidupan, Allah Yehuwa. Perhatikan apa yang dikatakan Firman-Nya tentang pokok ini.

Apa yang Alkitab Katakan

Alkitab mengajarkan bahwa Allah Yehuwa mempunyai maksud-tujuan yang spesifik bagi pria dan wanita ketika Ia menciptakan mereka. Yehuwa memberi perintah berikut kepada orang tua kita yang semula.

Kejadian 1:28. ”Beranakcuculah dan bertambah banyak dan penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, tundukkanlah ikan-ikan di laut dan makhluk-makhluk terbang di langit dan segala makhluk hidup yang merayap di bumi.”

Allah bermaksud bahwa Adam dan Hawa serta anak-anak mereka membuat seluruh bumi menjadi firdaus. Ia tidak ingin manusia menjadi tua dan mati; Ia juga tidak mau manusia merusak lingkungan. Akan tetapi, karena orang tua pertama kita membuat pilihan yang tidak bijaksana, kita mewarisi dosa dan kematian. (Kejadian 3:2-6; Roma 5:12) Meskipun demikian, maksud-tujuan Yehuwa tidak berubah. Segera, bumi akan menjadi firdaus.—Yesaya 55:10, 11.

Yehuwa menciptakan kita dengan kesanggupan fisik dan intelektual untuk memenuhi maksud-tujuan-Nya. Ia tidak menciptakan kita untuk hidup terlepas dari-Nya. Perhatikan bagaimana maksud-tujuan Allah bagi kita diuraikan dalam ayat-ayat Alkitab berikut ini.

Pengkhotbah 12:13. ”Penutup dari perkara itu, setelah segala sesuatu didengar, adalah: Takutlah akan Allah yang benar dan jalankanlah perintah-perintahnya. Sebab inilah seluruh kewajiban manusia.”
Mikha 6:8. ”Apa yang Yehuwa minta sebagai balasan darimu selain menjalankan keadilan dan mengasihi kebaikan hati dan bersahaja dalam berjalan dengan Allahmu?”

Matius 22:37-39. ”’Engkau harus mengasihi Yehuwa, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap pikiranmu.’ Inilah perintah yang terbesar dan yang pertama. Perintah yang kedua, yang seperti itu, adalah ini, ’Engkau harus mengasihi sesamamu seperti dirimu sendiri.’”

Mengapa Jawaban Alkitab Menghasilkan Kedamaian-Pikiran yang Sejati
Agar berfungsi dengan benar, sebuah mesin yang rumit harus digunakan sesuai dengan tujuan dan cara yang sudah ditetapkan oleh pembuatnya. Demikian pula, agar kita tidak sampai merusak diri sendiri—secara rohani, mental, emosi, atau jasmani—kita perlu menggunakan kehidupan kita menurut cara yang ditetapkan Pembuat kita. Perhatikan bagaimana pengetahuan tentang maksud-tujuan Allah dapat mendatangkan kedamaian pikiran kepada kita dalam berbagai bidang kehidupan berikut ini.

Sewaktu menetapkan prioritas, banyak orang dewasa ini mengabdikan kehidupan mereka untuk menimbun harta. Tetapi, ”orang yang bertekad untuk menjadi kaya jatuh dalam godaan dan jerat dan banyak keinginan yang hampa dan menyakitkan”, Alkitab memperingatkan.—1 Timotius 6:9, 10.
Di pihak lain, orang yang belajar mengasihi Allah ketimbang mengasihi uang menemukan rahasianya merasa puas. (1 Timotius 6:7, 8) Mereka menghargai nilai kerja keras dan tahu bahwa mereka mempunyai kewajiban untuk memenuhi kebutuhan jasmani mereka sendiri. (Efesus 4:28) Namun, mereka juga menganggap serius kata-kata peringatan YESUS, ”Tidak seorang pun dapat bekerja bagaikan budak untuk dua majikan; sebab ia akan membenci yang satu dan mengasihi yang lain, atau ia akan berpaut pada yang satu dan memandang rendah yang lain. Kamu tidak dapat bekerja bagaikan budak bagi Allah dan bagi Kekayaan.”—Matius 6:24.

Karena itu, ketimbang menjadikan pekerjaan atau upaya mengejar kekayaan sebagai prioritas utama, orang-orang yang mengasihi Allah mengutamakan melakukan kehendak-Nya dalam kehidupan. Mereka tahu bahwa jika kehidupan mereka berpusat pada melakukan kehendak Allah, Allah Yehuwa akan memelihara mereka. Malah, Yehuwa menganggap diri-Nya berkewajiban untuk melakukan hal itu.—Matius 6:25-33.

Sewaktu berurusan dengan orang-orang, banyak yang mementingkan diri. Dewasa ini, di dunia tidak ada perdamaian terutama karena begitu banyak orang telah menjadi ”pencinta diri sendiri, . . . tidak memiliki kasih sayang alami”. (2 Timotius 3:2, 3) Sewaktu ada yang mengecewakan mereka atau tidak setuju dengan sudut pandangan mereka, mereka melampiaskan ”kemarahan dan murka dan teriakan serta cacian”. (Efesus 4:31) Sebaliknya dari mendatangkan kedamaian pikiran, kurangnya pengendalian diri demikian hanya ”membangkitkan pertengkaran”.—Amsal 15:18.

Sebagai kontras, orang yang menaati perintah Allah untuk mengasihi sesama seperti dirinya sendiri bersikap ”baik hati seorang kepada yang lain, memiliki keibaan hati yang lembut, dengan lapang hati mengampuni satu sama lain”. (Efesus 4:32; Kolose 3:13) Bahkan sewaktu orang lain tidak memperlakukan mereka dengan baik, mereka berupaya meniru YESUS, yang sewaktu dicerca ”tidak membalas dengan mencerca”. (1 Petrus 2:23) Seperti YESUS, mereka menyadari bahwa kepuasan sejati diperoleh karena melayani orang lain, sekalipun apa yang mereka lakukan mungkin tidak dihargai. (Matius 20:25-28; Yohanes 13:14, 15; Kisah 20:35) Allah Yehuwa memberikan roh-Nya kepada orang yang meniru Putra-Nya, dan roh ini menghasilkan perasaan damai yang sejati dalam kehidupan mereka.—Galatia 5:22.

Tidak ada komentar: